ALAT PERLINDUNGAN DIRI (APD)
A. PENDAHULUAN
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) harus diorganisasikan dan dilaksanakan
dengan baik dan benar. Pelaksanaan K3 yang baik dan benar akan dapat:
1. Memperkecil kecelakaan kerja
2. Pekerja lebih merasa aman bekerja
3. Tempat kerja menjadi lebih efesien
4. Meningkatkan produktivitas.
Banyak kecelakaan tidak dapat
dihindari pada tempat kerja, karena pekerja dan perusahaan tidak memberikan
perhatian yang cukup terhadap
K3.
Semua pekerja perlu menyadari
keselamatan pribadi mereka ditempat kerja. Keselamatan pribadi ditempat kerja
dapat terjamin dengan dihindarinya faktor bahaya sebelum menyebabkan cedera.
Bila bahaya tidak dapat dihindari langkah yang harus diambil adalah mengurangi
risiko cedera. Perlengkapan dan pakaian pelindung harus selalu dipakai untuk keselamatan
ditempat kerja, atau khususnya saat perawatan dan situasi darurat.
Berdasarkan jenisnya, bahaya dapat diklasifikasikan atas:
1. Primary Hazards
a.
Bahaya fisik, misalnya yang berkaitan
dengan peralatan seperti bahaya listrik.
b. Bahaya Kimia, misalnya yang
berkaitan dengan material/ bahan seperti antiseptik, aerosol, insektisida, dan
lain-lain.
c. Bahaya biologi, misalnya yang
berkaitan dengan mahluk hidup yang berada di lingkungan kerja seperti virus dan bakteri.
d.
Bahaya psikososial, misalnya yang
berkaitan aspek sosial psikologis maupun organisasi
pada pekerjaan dan lingkungan kerja yang dapat memberi dampak pada aspek fisik
dan mental pekrja. Seperti misalnya pola kerja yang tak beraturan, waktu kerja
yang diluar waktu normal, beban kerja yang melebihi kapasitas mental, tugas
yang tidak berfariasi, suasana lingkungan kerja yang terpisah atau terlalu
ramai dll sebagainya. (Djunedi, 2007)
2. Secondary hazard (bahaya
sekunder)
Secondary hazard atau disebut juga bahaya sekunder
adalah bahaya yang muncul sebagai akibat terjadinya interaksi antara
komponen-komponen pekerjaan (yang juga bisa berfungsi sebagai sumber primary
hazard). Interaksi ini sering kita sebut sebagai pekerjaan/ sistem
kerja (Djunedi, 2007).
Ada 3 (tiga) cara dalam pencegahan kecelakaan kerja yaitu:
1. Secara teknis (Engineering Control/EC)
Yaitu mencegah
atau mengendalikan bahaya kerja secara teknis dengan menghilangkan bahaya
tersebut. Metode yang dapat dilakukan adalah dengan eliminasi, substitusi,
isolasi, perubahan proses, dan ventilasi. Bahaya dikelola sedemikian rupa agar menjadi tidak berbahaya.
2. Pengawasan secara administrasi (Administration Control/AC)
Yaitu mencegah
atau mengendalikan bahaya kerja secara administrasi dengan peraturan, petunjuk
kerja, dan mengkomunikasikan tentang bahaya tersebut. Tindakan yang dapat
dilakukan diantaranya adalah pengurangan waktu kerja, rotasi, mutasi, dan
pengaturan kerja.
3. Penggunaan Alat Pelindung Diri/APD (Personal Protection Equipment/PPE)
Yaitu mencegah
atau mengendalikan bahaya kerja dengan penggunaan perlengkapan kerja yang dapat
mengurangi dan mencegah bahaya kerja yang ada.
Dari ketiga
cara tersebut, engineering control
merupakan usaha pertama yang harus dilakukan, bila tidak dapat dilakukan maka
menggunakan administrasi control. Bila dengan kedua metode diatas tidak mungkin
untuk dilakukan pencegahan bahaya kerja, maka cara yang digunakan adalah
penggunaan APD.
Metoda lain yang dapat digunakan untuk pengendalian bahaya adalah Inherently
Safer Alternative Method, dimana metoda ini memiliki empat strategi
pengendalian bahaya, yaitu:
1. Minimize
Yaitu
dengan cara meminimalkan tingkat bahaya dari sumbernya dengan cara mengurangi
jumlah pemakaian atau volume penyimpanan dan proses.
2. Substitue
Yaitu
dengan cara mengganti bahan yang berbahaya dengan yang kurang berbahaya.
Contohnya hádala menggunakan metoda water base sebagai pengganti solven
base. Water base lebih aman dan ramah lingkungan dibandingkan solven
base.
3. Moderate
Mengurangi
bahaya dengan cara menurunkan konsentrasi bahan kimia yang digunakan.
Contohnya adalah menggunakan bahan kimia dengan konsentrasi yang lebih
rendah sehingga tingkat bahaya pajanannya menjadi
lebih rendah.
4. Simplify
Mengurangi bahaya dengan cara membuat prosesnya
menjadi lebih sederhana sehingga lebih mudah di control.
Semua metoda pengendalian tersebut dapat dilakukan secara
bersamaan, karena tidak ada satu metodapun yang betul-betul bisa menurunkan
bahaya dan resiko sampai pada posisi nol, artinya para pekerja masih besar
kemungkinanya terpajan terhadap bahaya ditempat kerja. Untuk itu sebagai pertahanan
dan perlindungan terakhir bagi pekerja adalah dengan menggunakan APD
APD dipakai
sebagai upaya terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja apabila usaha
rekayasa (engineering) dan administratif tidak dapat dilakukan dengan baik.
Namun pemakaian APD bukanlah pengganti dari kedua usaha tersebut, namun sebagai
usaha akhir.
Penggunaan APD sebagai usaha terakhir yang harus dilakukan untuk mengurangi dan mengendalikan bahaya kerja. Penggunaan APD mempunyai kelemahan karena tidak mengurangi bahaya
yang mungkin terjadi dan keefektifan tergantung pada:
1. Alat yang dipakai
2. Cara pemakaian
3. Tingkat kemampuan alat mengeliminir bahaya
4. Pekerja yang menggunakan APD tersebut.
Penggunaan APD adalah upaya
terakhir yang dapat dilakukan dan mempunyai kelemahan, sebagai suatu pilihan
untuk menciptakan K3 yang baik, maka perlu diketahui tentang APD sebagai suatu
pilihan: (1) apakah APD itu?, (2) kapan diperlukan APD?, (3) terdiri dari apa
sajakah APD itu?, dan (4) bagaimana menjalankan program APD?
B. APAKAH APD ITU?
APD alat
pelindung diri. Menurut OSHA atau Occupational
Safety and Health Administration, Pesonal
Protective Equipment/PPE atau Alat Pelindung Diri (APD) didefinisikan sebagai
alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang
diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazards) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis,
radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya
Berdasarkan Undang-Undang RI No. 1 tahun 1970, bahwa pengurus atau pimpinan tempat kerja
berkewajiban menyediakan alat pelindung diri (APD/PPE) untuk para pekerja dan
para pekerja berkewajiban memakai APD/PPE dengan
tepat dan benar. Tujuan dari penerapan Undang- Undang ini adalah untuk
melindungi kesehatan
pekerja tersebut dari risiko
bahaya di tempat kerja. Jenis APD/PPE yang diperlukan dalam berbagai aktifitas
kerja di industri sangat tergantung pada aktifitas yang dilakukan dan jenis
bahaya yang terpapar.
C. APA KRITERIA APD?
Kriteria yang harus dipenuhi dalam proses penggunaan APD
harus adalah sebagai berikut:
1. Hazard telah diidentifikasi.
2. APD yang dipakai sesuai dengan hazard yang dituju.
3. Adanya bukti bahwa APD dipatuhi penggunaannya.
D. KAPAN DIPERLUKAN APD?
APD diperlukan untuk melindungi pekerja
dari resiko bahaya kerja. APD perlu disediakan bila:
1. Lingkungan kerja berpotensi untuk menimbulkan bahaya atau dapat mengakibatkan kecelakaan kerja,
2. Proses pekerjaan berpotensi untuk menimbulkan bahaya atau dapat mengakibatkan kecelakaan kerja
3. Pekerjaan yang dilakukan berhubungan dengan bahan dan alat kerja yang berbahaya
4. Bahaya kerja tidak dapat dihilangkan dan/atau
dihindari dengan cara engineering control maupun administration control.
E. METODE PENENTUAN APD
Metode yang dapat digunakan dalam penentuan penggunaan APD adalah:
1. Melalui pengamatan operasi, proses, dan jenis material yang dipakai.
2. Telaah data-data kecelakaan dan penyakit.
3. Belajar dari pengalaman industri sejenis lainnya.
4. Bila ada perubahan proses, mesin, dan material.
5. Peraturan perundangan.
Cara mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja dapat dilakukan dengan pengamatan/survey, mengidentifikasi sumber bahaya kerja, dan potensi
bahaya yang dapat menimbulkan kerugian/kecelakaan. Bila teridentifikasi semua bahaya yang
mungkin timbul, maka dapat dilakukan pemilihan cara mengurangi dan meniadakan
bahaya tersebut. Pemilihan APD disesuaikan dengan potensi dan tingkat bahaya
yang terjadi di lingkungan kerja.
F. DASAR HUKUM PENGGUNAAN APD
Peraturan
perundang-undangan yang dapat dijadikan dasar dalam penggunaan APD adalah:
1. Undang-undang
No.1 tahun 1970.
a. Pasal 3 ayat (1) butir f: Dengan peraturan perundangan
ditetapkan syarat-syarat untuk memberikan APD.
b. Pasal 9 ayat (1) butir c: Pengurus diwajibkan menunjukkan
dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang APD.
c. Pasal 12 butir b: Dengan peraturan perundangan diatur
kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk memakai APD.
d. Pasal 14 butir c: Pengurus
diwajibkan menyediakan APD secara cuma-Cuma
2. Permenakertrans No.Per.01/MEN/1981
Pasal 4 ayat (3) menyebutkan
kewajiban pengurus menyediakan alat pelindung diri dan wajib bagi tenaga kerja
untuk menggunakannya untuk pencegahan penyakit akibat kerja.
3. Permenakertrans No.Per.03/MEN/1982
Pasal 2 butir I menyebutkan
memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan
alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makanan
ditempat kerja
4. Permenakertrans No.Per.03/Men/1986
Pasal 2 ayat (2) menyebutkan tenaga
kerja yang mengelola Pestisida harus memakai alat-alat pelindung diri yg berupa
pakaian kerja, sepatu lars tinggi, sarung tangan, kacamata pelindung atau
pelindung muka dan pelindung pernafasan.
G. TUJUAN DAN MANFAAT
PENGGUNAAN APD
Adapun tujuan dari penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) adalah:
1. Melindungi
tenaga kerja apabila usaha rekayasa (engineering) dan administrative tidak
dapat dilakukan dengan baik.
2. Meningkatkan efektifitas dan
produktivitas kerja.
3. Menciptakan lingkungan kerja yang
aman.
Sedangkan manfaat dari penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD), antara lain adalah sebagai
berikut:
1. Untuk
melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya potensi bahaya/kecelakaan
kerja.
2. Mengurangi resiko penyakit akibat
kecelakaan.
H. JENIS-JENIS APD
Perlengkapan APD banyak jenis
dan macamnya tergantung tujuan dan kegunaannya. Secara umum jenis APD diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Alat pelindung kepala
2. Alat pelindung muka dan mata
3. Alat pelindung telinga
4. Alat pelindung pernafasan
5. Alat pelindung tangan
6. Alat pelindung kaki
7. Alat pelindung badan
8. Safety
belt
9. APD
untuk tugas khusus
I. KEGUNAAN APD
Kegunaan dari APD adalah sebagai berikut:
1. Alat Pelindung Kepala
Alat pelindung kepala dapat berupa pelindung/pengaman (Safety Helmet), tutup kepala, hats/cap,
atau topi pengaman.
Kegunaan alat pelindung kepala adalah sebagai berikut:
a. Topi pelindung/pengaman (safety helmet) berguna untuk melindungi
kepala dari benda keras, pukulan dan benturan, terjatuh dan terkena arus
listrik.
b. Tutup Kepala untuk melindungi kepala dari kebakaran, korosif,
uap-uap, panas/dingin.
c. Hats/cap digunakan untuk melindungi
kepala dari kotoran debu atau tangkapan mesin-mesin berputar.
d. Topi pengaman digunakan untuk
penggunaan yang bersifat umum dan pengaman dari tegangan listrik yang terbatas.
Tahan terhadap tegangan listrik. Biasanya digunakan oleh pemadam kebakaran.
2. Alat Pelindung Muka dan
Mata
Alat pelindung muka dan mata dapat berupa kacamata (Safety Glasses), kaca pengaman (Face
Shields), atau perisai muka (Goggles).
Kegunaan alat pelindung muka dan mata adalah
melindungidari:
a. Lemparan benda-benda kecil.
b. Lemparan benda-benda panas
c. Pengaruh cahaya
3. Alat Pelindung Telinga
Alat pelindung telinga dapat
berupa tutup telinga (ear muff ) atau sumbat telinga (ear plugs). Kegunaan
alat pelindung telinga adalah:
a). Sumbat Telinga (Ear plugs)
Sumbat telinga yang baik adalah menahan frekuensi
Daya atenuasi (daya lindung) 25-30 dB, sedangkan frekuensi untuk bicara
biasanya (komunikasi) tak terganggu.
b). Tutup Telinga (Ear muff)
Tutup
telinga yang baik adalah menahan frekuensi frekuensi 2800–4000 Hz sampai 42 dB
(35–45 dB). Untuk frekuensi
biasa 25-30 dB.
Untuk keadaan khusus dapat dikombinasikan antara tutup telinga dan sumbat
telinga sehingga dapat atenuasi yang lebih tinggi; tapi tak lebih dari 50
dB,karena hantaran suara melalui tulang masih ada.
Pelindung telinga atau sumbat
melindungi pendengaran dari bahaya tingkat kebisingan. Bentuk pelindung
pendengaran, sesuai untuk tempat kerja dan pekerjaan, dan seharusnya dipilih
berdasarkan ukuran tingkat kebisingan pada lokasi kerja.
4. Alat Pelindung Pernafasan
Alat pelindung pernafasan
dapat berupa masker atau
respirator. Masker atau respirator merupakan saringan udarasebagai pembersih udara digunakan untuk melindungi
paru-paru dan sistim pernafasan. Alat pernafasan harus dipaskan secara
perorangan dan dipilih sesuai kondisi tempat kerja. Penyaring yang benar diperlukan
pada alat pernafasan, tergantung apakah pekerja kontak dengan bahan kimia,
debu, serat atau jenis kotoran lainnya. Alat pernafasan seharusnya diperiksa
setiap waktu sebelum digunakan. Alat pernafasan
seharusnya diperiksa secara tetap untuk kebersihan umumnya dan khususnya
kerusakan katup, lembaran penutup, seal, peluru, tali pengikat, dan penjepit. Alat ini harus dibersihkan sesudah digunakan untuk
menghindari penularan dan disimpan pada kantong plastik tertutup.
Kegunaan alat pelindung
pernafasan adalah memberikan perlindungan terhadap sumber-sumber bahaya
seperti:
a. kekurangan
oksigen.
b. pencemaran
oleh partikel (debu, kabut, asap dan uap logam).
c. pencemaran
oleh gas atau uap
5. Alat Pelindung Tangan
Sarung tangan (gloves)
pengaman dan krim pelapis
melindungi kulit dari kerusakan dan menahan peresapan bahan kimia kedalam
tubuh.
Jenis pekerjaan yang
membutuhkan pelindung tangan diantaranya adalah:
a. Pengelasan/
pemotongan (bahan kulit).
b. Bekerja
dengan bahan kimia (bahan karet).
c. Beberapa pekerjaan mekanikal di workshop dimana
ada potensi cedera bila tidak menggunakan sarung tangan (seperti benda yang
masih panas, benda yang sisinya tajam dlsb.).
d. Beberapa
pekerjaan perawatan.
6. Pelindung kaki
Sepatu boot (safety boots) digunakan untuk melindungi kaki dari bahan kimia, panas, bahaya mekanis, dan
sengatan listrik.
Kegunaan alat pelindung kaki adalah:
a. Untuk mencegah tusukan.
b. Untuk mencegah tergelincir.
c. Tahan terhadap bahaya listrik
7. Alat Pelindung Badan
Alat pelindung badan dapat
berupa apron, jas hujan, atau pakaian
kerja. Pakaian pelindung
digunakan untuk melindungi tubuh dari benda berbahaya, misal api, asap,
bakteri, zat-zat kimia, dsb.
8. Safety Belt
Sabuk pengaman/safety belt berguna
untuk melindungi tubuh dari kemungkinan terjatuh, biasanya digunakan pada
pekerjaan konstruksi dan memanjat serta tempat tertutup atau boiler.
9. APD untuk Keperluan Khusus
APD untuk keperluan khusus
menyesuaikan dengan kondisi dan keperluan yang ada. Apd yang digunakan ddapat
berupa kombinasi atau paduan beberapa APD yang digunakan secara bersamaan
dengan memenuhi standar keamanan yang di syaratkan.
10. Perlengkapan Pendukung
Tempat lemari uap (fume cabinets), pancuran air untuk
keselamatan (safety showers) dan
pencuci mata darurat (emergency eye wash)
harus disediakan sebagai penjagaan pertama dalam kasus
kegagalan pelindung. Pakaian pelindung, perlengkapan (seperti alat pernafasan
dan lemari uap), dan fasilitas dasar Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) seharusnya tersedia ditempat kerja.
5. Program Perlengkapan dan Pakaian Pelindung Pekerja di Tempat kerja
Perlengkapan dan pakaian
pelindung ditempat kerja selalu diprogram agar benda tersebut secara pasti
dipergunakan untuk mengoptimalkan faktor keselamatan. Berikut ini hal penting
sebagai pertimbangan: (1) APD penggunaannya harus sesuai dengan
persyaratan pekerjaan. Sebagai contoh,
penggunaan alat pernafasan dengan saringan debu tidak akan melindungi pekerja
yang menangani bahan kimia,
(2) APD seharusnya sesuai
dengan persyaratan standar yang berlaku, (3) pekerja seharusnya
dilatih secara benar dalam penggunaan dan perawatan APD, (4) perlengkapan perlu dirawat sebagaimana mestinya; yaitu disimpan dengan aman dan dijaga kebersihan serta direparasi dengan baik, (5) APD harus dipakai sebagaimana mestinya; sebagai contoh, alat pernafasan dan pelindung telinga
perlu tertutup dengan rapat dan sesuai tubuh sehingga terpakai dengan baik, (6) kenyamanan pekerja menggunakan perlengkapan dan
pakaian adalah penting; berarti ketidaknyamanan atau ketidakcocokan dapat
menyebabkan pekerja menolak menggunakan alat keselamatan, dan (7) memonitor lingkungan tempat kerja dan memonitor kesehatan seharusnya
dilakukan secara tetap untuk meyakinkan program perlindungan memadai.
J. MANAJEMEN APD
Ada beberapa hal
yang sering menjadi kendala dalam penerapan penggunaan APD. Beberapa
alasan klasik yang selalu dikemukakan oleh pihak manajemen tehadap para pekerja
dalam penyediaan APD yaitu:
1.
Anggarannya terlalu besar, keuangan perusahaan tidak
mampu mendanainya.
2.
APD yang tersedia sudah mencukupi karena banyak
perusahaan lain juga menggunakan APD yang sama, Meskipun sebenarnya APD
tersebut tidak memenuhi standar yang dipersyaratkan.
3.
Tingkat paparan masih dibawah nilai ambang batas (NAB).
4.
Tidak di rekomendasikan oleh induk perusahaan.
5.
Kondisi seperti ini sudah berlangsung bertahun-tahun
dan tidak ada masalah.
Dengan alasan-alasan tersebut akhirnya para pekerja dipaksa
menerima APD seadanya atau bahkan tanpa APD dalam bekerja
Dalam beberapa hal,
pemakai APD seringkali tidak menggunakan APD nya dengan alasan:
1.
Ketidak nyamanan dalam penggunaan APD selama bekerja.
Ini merupakan alasan yang paling banyak dikemukakan oleh para pekerja. Ketidak
nyamanan disini diantaranya adalah panas, berat, berkeringat atau lembab,
sakit, pusing, sesak dan sebagainya.
2.
Merasa bahwa pekerjaan tersebut tidak berbahaya atau
berdampak pada kesehatannya. Terutama bagi para pekerja yang sudah
bertahun-tahun melakukan pekerjaan tersebut.
3.
Kesalah pahaman terhadap fungsi APD akibat kurangnya
pengetahuan akan fungsi dan kegunaan APD.
4.
APD menggangu kelacaran dan kecepatan pekerjaan.
5.
Susah menggunakan dan merawat APD.
Apabila diinginkan
penggunaan APD secara baik
dan benar, maka beberpa hal yang harus terpenuhi adalah:
1.
Adanya komitmen dari manajemen untuk melindungi
pekerja, salah satunya dengan menyediakan APD yang sesuai dengan standar.
2.
Adanya kebijakan/prosedur/WI yang mengatur penggunaan
APD bagi pekerja.
3.
Adanya training secara regular tentang tata cara
pengenalan resiko, pengendalian resiko dan penggunaan APD.
4.
Adanya program komunikasi untuk meningkatkan awareness
pekerjang dalam menggunakan APD seperti regular meeting, poster, stiker
dan singnage.
5.
Pekerja mengetahui dengan baik bahaya-bahaya yang ada
di tempat kerja.
6.
Pekerja mengetahui dengan baik dampak kesehatan dari
pajanan bahaya-bahaya tersebut.
7.
Pekerja mengetahui dengan baik cara-cara pengendalian
bahaya tersebut.
8.
Pekerja mendapatkan APD yang sesuai dengan pajanan
bahaya yang dihadapi.
9.
Pekerja secara konsisten dan benar menggunakan APD pada
saat melakukan pekerjaan.
10.
Pekerja memakai APD secara tepat dan benar selama
bekerja.
K. KESIMPULAN
APD adalah alat pelindung diri
termasuk didalamnya macam–macam alat atau baju untuk
melindungi pekerja pada saat bekerja dari satu atau lebih bahaya untuk kesehatan dan keselamatan mereka.
APD perlu dan harus disediakan bila
terjadi potensi timbulnya bahaya kerja yang tidak dapat diatasi menggunakan
engineering control dan adminitration control. Identifikasi bahaya yang mungkin
timbul meliputi lingkungan, proses, dan jenis pekerjaan yang berpotensi
menimbulkan bahaya.
Jenis dan perlengkapan APD harus disesuaikan dengan jenis dan
potensi bahaya yang ada, kriteria APD harus dapat mengeliminir bahaya demi
keselamatan dan kesehatan pekerja.
Perlengkapan dan
pakaian pelindung kerja harus
diprogram agar benda tersebut
secara pasti dipergunakan untuk mengoptimalkan faktor keselamatan.
DAFTAR RUJUKAN
................ (1992). A Short Guide to the Personal Protective
Equipment at Work Regulation.
................ (2002). Respiratory protection in Workplace: A Practical Guide
for Small Business of Employers. California: Department of Industrial
Relations.
................ (2000). Assesing the Need for Protective Equipment:
A Guide for Small Business Employess. Department of Labor Accupation Safety
Health and Administration. US: OSHA
Batam Institusional
Development Project. 2001. BSDC-0201:
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Occupational Healt and Safety)(Modul
Pembelajaran). Batam: Indonesian
Australia Partnership for Skills Development.
................ (1970). Undang-undang No. 1 Tahun 1970 Tentang
Keselamatan Kerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar